Bagikan:

JAKARTA – Kebijakan tarif impor baru yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada apa yang disebutnya sebagai "Liberation Day" telah menjadi pukulan besar bagi Apple. Tarif ini diberlakukan pekan ini terhadap semua impor dari negara-negara yang menjadi bagian dari rantai pasokan Apple, berpotensi meningkatkan harga produk bagi konsumen.

Trump telah lama menyatakan bahwa tarif akan menjadi bagian utama dari kebijakan pemerintahannya sejak sebelum terpilih kembali. Pada Rabu, 2 April, janji kampanyenya itu resmi menjadi kenyataan.

Sebagai bagian dari "Liberation Day," Amerika Serikat menerapkan tarif "resiprokal" terhadap barang impor dari seluruh dunia. Tarif ini berlaku seketika dan memengaruhi hampir semua barang yang masuk ke AS.

Tarif Bervariasi, Mencapai 49%

Besaran tarif yang dikenakan bervariasi tergantung pada negara asal barang impor. Rata-rata tarif diperkirakan sekitar 20%, tetapi dalam praktiknya, tarif yang diterapkan berkisar antara 10% hingga 49%.

Trump menyebut angka-angka ini berasal dari penghitungan defisit perdagangan antara AS dan negara tertentu, lalu membaginya dengan jumlah impor untuk menghasilkan persentase yang ia sebut sebagai "tarif terhadap Amerika." Dari angka tersebut, tarif kemudian dikurangi setengah untuk dijadikan tarif resiprokal AS terhadap negara lain.

Kebijakan tarif besar-besaran ini diklaim Trump bertujuan untuk melindungi dan menghidupkan kembali industri AS. Namun, dampaknya langsung dirasakan oleh konsumen dan bisnis yang harus menghadapi lonjakan harga.

Lonjakan Harga Konsumen Tak Terhindarkan

Meskipun tujuan utama tarif ini adalah mendorong perusahaan untuk memproduksi barang di dalam negeri, kenyataannya kebijakan ini menimbulkan dampak jangka pendek yang signifikan.

Tarif impor adalah biaya tambahan yang harus dibayar oleh perusahaan yang mengimpor barang. Seperti kebanyakan biaya lainnya dalam bisnis, tarif ini kemungkinan besar akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga. Pada akhirnya, baik bisnis maupun konsumen akan terdampak oleh kenaikan harga akibat tarif ini.

Strategi Trump untuk mendorong produksi dalam negeri hanya bisa efektif jika semua komponen produk juga dibuat di AS. Namun, banyak komponen masih harus diimpor, yang berarti produk yang dibuat di AS tetap terkena tarif jika menggunakan suku cadang dari luar negeri.

Pukulan Besar bagi Apple

Sebagai salah satu perusahaan terbesar di AS dengan rantai pasokan yang tersebar di berbagai negara, kebijakan tarif ini menjadi tantangan serius bagi Apple.

Sebagian besar produk Apple, termasuk iPhone, diproduksi di luar negeri—terutama di China dan India—sebelum diimpor dan dijual di AS. Dengan adanya tarif ini, harga iPhone kemungkinan besar akan naik secara signifikan.

Meskipun Apple dapat mempertimbangkan untuk memindahkan produksi iPhone ke AS, hal ini bukanlah solusi yang dapat dilakukan dalam waktu dekat. Biaya untuk membangun jalur produksi baru di AS sangat tinggi, dan sebagian besar komponen iPhone masih diproduksi di berbagai negara.

Apple tetap mengandalkan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) untuk memproduksi chip A-series dan M-series mereka. Saat ini, fasilitas di AS belum mampu memproduksi chip dengan tingkat kualitas yang sama, dan diperkirakan butuh waktu bertahun-tahun sebelum bisa menyamai kapasitas produksi TSMC di Taiwan.

Selain itu, produksi di AS juga akan meningkatkan biaya tenaga kerja secara signifikan dibandingkan dengan produksi di China atau India.

Apple telah berusaha memindahkan sebagian produksi keluar dari China ke India untuk mengurangi risiko akibat perang dagang dan kebijakan tarif, tetapi langkah ini hanya memberikan solusi parsial. Proses pemindahan produksi skala besar membutuhkan waktu bertahun-tahun, sehingga Apple tidak bisa segera menghindari dampak dari tarif baru ini.

Berdasarkan pengalaman Apple dalam mengubah rantai pasokannya, peningkatan produksi di AS mungkin saja terjadi, tetapi kemungkinan besar baru akan terealisasi jauh setelah pemerintahan Trump berakhir.

Upaya Apple untuk Menghindari Dampak Tarif

CEO Apple, Tim Cook, sebelumnya telah berhasil bernegosiasi dengan Trump untuk mengurangi dampak tarif pada produk Apple selama masa kepresidenan pertama Trump. Kini, Cook kembali berupaya membangun hubungan baik dengan Trump agar Apple bisa menghindari dampak finansial yang besar akibat kebijakan ini.

Namun, masih belum jelas apakah Apple dapat mengulangi keberhasilan tersebut.

Sementara itu, konsumen harus bersiap menghadapi kenaikan harga pada berbagai produk, termasuk produk Apple yang sudah memiliki harga premium. Dengan tarif tambahan ini, harga perangkat Apple diperkirakan akan semakin mahal.

Kebijakan tarif "Liberation Day" Trump menjadi tantangan besar bagi Apple dan banyak perusahaan lain yang bergantung pada impor. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mendorong produksi dalam negeri, dampak langsungnya adalah lonjakan harga bagi konsumen dan kesulitan bagi bisnis dalam menyesuaikan rantai pasokan mereka.

Bagi Apple, kebijakan ini berarti kenaikan biaya produksi yang berpotensi membuat harga iPhone dan produk lainnya semakin tinggi. Sementara itu, strategi jangka panjang Apple untuk memindahkan produksi ke negara lain masih membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum dapat sepenuhnya menghindari dampak kebijakan ini.

Bagi konsumen, kebijakan ini mungkin berarti harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan perangkat Apple di masa mendatang.