Bagikan:

YOGYAKARTA - Dalam fikih Islam, dikenal adanya istilah mani, madzi, dan wadi yang merupakan cairan yang keluar dari kemaluan. Bagi yang belum memahaminya mungkin akan menganggap bahwa tiga kategori carian ini dianggap sama. Padahal ada beberapa perbedaan mani, madzi, dan wadi.

Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa mani, madzi, dan wadi termasuk dalam kategori najis yang mewajibkan seorang muslim untuk mensucikannya. Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani dalam bukunya Shalatul Mu’min.

Namun pendapat ulama yang lebih kuat menyatakan bahwa mani bukanlah najis, melainkan suci. Sementara itu, madzi dan wadi dianggap najis. Meskipun demikian, keluarnya ketiga cairan ini tetap mewajibkan seseorang untuk melakukan penyucian.

Untuk memahami lebih dalam tentang mani, madzi, dan wadi, termasuk perbedaan dan tata cara penyuciannya, penjelasan dapat ditemukan dalam kitab Shalatul Mu’min, Fiqih Sunnah, dan Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi.

Apa Itu Mani, Madzi, dan Wadi?

Berikut ini penjelasan dari mani, madzi, dan wadi yang perlu Anda pahami sebagai umat Islam:

Mani

Mani, dikenal sebagai air sperma, merupakan cairan yang keluar dari kemaluan dengan cara memancar dan biasanya disertai dengan rasa nikmat. Cairan ini keluar saat mengalami kenikmatan hubungan intim maupun hal serupa lainnya.

Pada laki-laki, air mani berwarna putih dan kental. Sementara pada perempuan, warnanya cenderung kekuningan dan lebih cair. Meski begitu, terdapat pandangan yang menyatakan bahwa mani pada perempuan tidak keluar ke luar tubuh, melainkan tetap berada di dalam kemaluan (farj).

Beberapa ulama berpendapat bahwa mani termasuk najis. Namun pendapat yang lebih kuat, pandangan mazhab Syafi'i dan Hambali, menyatakan bahwa air mani adalah suci selama keluar dari jalur yang wajar, keluar setelah mencapai usia sembilan tahun (atau sepuluh tahun untuk laki-laki), bahkan jika keluarnya dalam bentuk darah sekalipun.

Adapun tata cara menyucikan mani adalah dengan mandi junub setelah keluarnya cairan tersebut sebelum melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT. Jika air mani memercik dan mengenai pakaian, disarankan untuk membasuhnya jika masih basah. 

Namun, jika air mani telah mengering, cukup dengan mengeriknya saja. Pendapat ini merujuk pada kisah Aisyah yang pernah menasihati seorang pria yang mencuci seluruh pakaiannya karena diduga terkena air mani.

إِنَّمَا كَانَ يُجْزِئُكَ إِنْ رَأَيْتَهُ أَنْ تَغْسِلَ مَكَانَهُ فَإِنْ لَمْ تَرَ نَضَحْتَ حَوْلَهُ وَلَقَدْ رَأَيْتُنِي أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ

Arti: Sesungguhnya cukup bagimu mencuci bagian yang terkena saja jika engkau nyata-nyata melihatnya; namun jika tidak, engkau cukup menyiram bagian sekitarnya dengan air. Sungguh, aku pernah membersihkan mani yang ada di kain Rasulullah dengan cara mengeriknya saja dan selanjutnya beliau shalat dengan mengenakan kain tersebut. (HR Muslim)

Madzi

Madzi adalah cairan tipis dan bening yang keluar akibat rangsangan seksual, seperti saat bercumbu atau membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan intim (jima’). Cairan ini juga seringkali keluar ketika seseorang sedang bermesraan.

Madzi dikategorikan sebagai najis yang sulit dihindari, dan sering kali keluarnya cairan ini tidak disadari karena tidak menimbulkan sensasi tertentu. Madzi dapat keluar dari kemaluan laki-laki maupun perempuan, meskipun wanita cenderung lebih sering mengeluarkannya.

Para ulama sepakat bahwa madzi termasuk najis. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh bagian tubuh yang terkena menggunakan air. Jika madzi mengenai pakaian, cukup menuangkan air sebanyak satu telapak tangan pada bagian yang terkena. Selain itu, seseorang diwajibkan berwudhu sebelum melaksanakan salat setelah keluarnya madzi.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

فَلْيَغْسِلْ ذَكَرَهُ وَأُنْثَيَيْهِ وَلْيَتَوَضَّأ وُضُوئَهُ لِلصَّلَاةِ

Arti: Hendaklah ia membasuh kemaluan dan kedua buah pelirnya, lalu berwudhu sebagaimana wudhu hendak salat. (HR Abu Dawud [1/41/190-192])

Wadi

Wadi adalah cairan berwarna putih, agak kental, dan keruh yang biasa keluar setelah atau mengiringi air seni. Para ulama menyepakati hukumnya air wadi ini yakni najis.

Aisyah meriwayatkan, "Wadi keluar setelah kencing, karena itu hendaknya seseorang mencuci kemaluannya, lalu wudhu dan tidak perlu mandi (junub)." (HR Ibnu Mundzir)

Seorang muslim yang mengeluarkan wadi, cara bersucinya dengan membasuh kemaluannya atau anggota badan yang terkena. Setelah itu, Anda bisa berwudhu seperti biasanya.

Perbedaan Mani, Madzi, dan Wadi

Wadi merupakan cairan berwarna putih, cenderung keruh, dan agak kental yang biasanya keluar setelah buang air kecil atau bersamaan dengan keluarnya air seni. Para ulama sepakat bahwa wadi termasuk dalam kategori najis.

Aisyah pernah meriwayatkan, “Wadi keluar setelah kencing, sehingga seseorang perlu mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu tanpa perlu mandi junub.” (HR Ibnu Mundzir)

Bagi seorang muslim yang mengeluarkan wadi, cara menyucikannya adalah dengan membasuh kemaluan atau bagian tubuh yang terkena cairan tersebut. Kemudian Anda bisa berwudhu seperti biasa untuk melaksanakan ibadah.

Demikianlah ulasan dari perbedaan mani, madzi, dan wadi yang penting untuk dipahami oleh umat Islam. Meski sama-sama sebagai cairan yang keluar dari kemaluan, namun terdapat beberapa perbedaan dari ketiganya. Baca juga apakah keluar air mani secara tidak sengaja harus mandi?

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.