Perbedaan Egois, <i>Self-Centered</i>, dan Sadar Diri Menurut Ahli yang Penting Dikenali
Ilustrasi perbedaan egois, self-centered, dan sadar diri menurut ahli (Freepik/8photo)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Sadar diri ternyata sering salah dimaknai dengan egois ataupun self-centered. Tetapi self-centered tidak melulu karena egois. Nah, ketiganya bisa berjalan beriringan dan penting diimplementasikan bagi seseorang yang perfeksionis, jelas Margareth R. Rutherford, Ph.D., penulis Perfectly Hidden Depression: How to Break Free from the Perfectionism that Masks Your Depression. Lantas apa bedanya egois, self-centered, dan sadar diri? Berikut uraian Rutherford.

Self-centered atau mementingkan diri sendiri mungkin menggunakan ukuran dirinya untuk situasi yang sama tetapi dialami orang lain. Seperti respons “Selamat saya senang Anda mendapatkannya. Saya membutuhkan waktu empat tahun untuk bisa memperoleh hal yang sama”. Berbeda dengan orang egois, mereka akan bertanya-tanya mengapa orang lain repot berbicara dengan mereka tentang sesuatu yang aneh seolah perjuangan atau kegembiraan orang tersebut tidak penting.

Artinya, keegoisan menempatkan diri sendiri, kebutuhan diri, di atas kebutuhan orang lain hampir sepanjang waktu. Terkadang, orang egois tidak bisa hadir atau tidak bisa mendahulukan kebutuhan orang lain. Jika ini dilakukan terus-menerus, sangat sulit menjalin hubungan dengan seseorang yang hanya tahu cara menerima dan jarang memberi.

perbedaan egois self-centered dan sadar diri menurut ahli
Ilustrasi perbedaan egois, self-centered, dan sadar diri menurut ahli (Freepik/storyset)

Berbeda dengan orang yang sadar diri, mereka mengingat kebutuhan dan keinginan diri sendiri sekaligus mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan orang lain. Melansir Psychology Today, Jumat, 9 Februari, orang yang sadar diri tidak selalu menempatkan kebutuhannya pada urutan teratas, namun kadang terjadi meski tetap mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan orang lain. Kata “mempertimbangkan” jumlahnya mungkin tidak banyak, karena bukan alasan yang buruk kalau menjadikan orang lain sebagai prioritas. Namun ada kalanya orang yang sadar akan kebutuhan diri maupun orang lain berada pada situasi yang sibuk, menyakitkan, menakutkan, atau membingungkan. Sehingga, dua pihak menyadari membutuhkan perhatian dan dukungan.

Menurut Rutherford, seseorang yang mengalami depresi mungkin tidak mengetahui perbedaan antara keegoisan dan kesadaran diri. Mungkin juga dialami oleh seseorang dengan gaya pengasuhan yang kaku dan otoriter, pelecehan, penelantaran, atau obsesi yang tak disadari. Untuk lebih menyadari kebutuhan diri dan perawatan diri, Rutherfort merekomendasikan tig acara.

Pertama, hadapi label “egois” Anda sendiri dan tanyakan apakah perilaku yang dilakukan sudah tepat. Penting dipahami, orang lain tidak akan pernah melabeli seseorang sebagai orang “egois” kecuali merugikan. Jadi sebelum sama-sama merugi, lebih baik mulai mengukur diri.

Kedua, memahami bahwa kesadaran diri dapat meningkatkan kemungkinan kerentanan. Karena saat Anda memusatkan perhatian pada diri sendiri, rasa sakit bisa muncul. Pesan Rutherford, Anda harus siap dengan situasi ini untuk mengetahui betul sejauh mana batasan dilanggar.

Ketiga, ambil risiko untuk melakukan sesuatu, setidaknya sekali seminggu. Misalnya meluangkan waktu untuk duduk dan membaca, berkendara ke tempat yang baru, atau menelepon teman. Ini adalah cara untuk memberi hadian untuk disi sendiri yang mungkin akan sangat berharga.

Itulah penjelasan singkat mengenai perbedaan egois, self-centered, dan sadar diri. Ketiganya mungkin penting dimiliki, tetapi penting pula berjalan seimbang supaya tidak mengganggu hubungan dengan orang lain dan tidak memengaruhi kesehatan mental.