Ernest Prakasa Ingin Perjuangkan Waktu Kerja Lebih Manusiawi bagi Pelaku Industri Film Tanah Air
Ernest Prakasa saat ditemui di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (Foto: Ivan Two Putra/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ernest Prakasa sudah cukup malang melintang di insudtri film tanah air. Sejak tahun 2013, pria yang mengawali karier sebagai komika itu sudah pernah merasakan menjadi aktor, sutradara hingga produser film.

Suami dari Meira Anastasia itu belakangan disibukkan dengan perannya sebagai produser film. Teranyar, ia akan memproduseri film dari sutradara dan penulis naskah Yandi Laurens yang berjudul Jatuh Cinta Seperti di Film-film.

Sebagai produser, melalui film tersebut, Ernest ingin memperjuangkan gaya produksi film yang baginya belum banyak diterapkan di Indonesia. Ia ingin waktu syuting yang lebih singkat per harinya.

Ia ingin ikut serta membenahi keproduksian film yang selama ini ia anggap kurang tepat. “Yang paling penting jam kerja sih, itu yang paling sederhana. Gimana caranya kita membuat pekerjaan ini lebih manusiawi,” kata Ernest Prakasa saat ditemui di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2023.

Ernest sadar bahwa jam kerja yang terlalu lama bukan hanya dirasakan olehnya sendiri, banyak juga pelaku di industri film, terutama tim keproduksian merasa lelah saat menjalani syuting.

Ia berharap bisa menerapkan waktu kerja lebih singkat dalam proses syuting Jatuh Cinta Seperti di Film-film.

“Sebagian dari kita sedang memperjuangkan 14 jam kerja, yang which is standard internasional 12 jam ya, tapi kalau kita kejar 12 jam kayaknya terlalu utopis. Ya kita coba 14 jam sehari,” ucap Ernest.

Sejauh pengalamannya di industri film tanah air, waktu syuting yang biasanya mencapai 16 hingga 18 per hari dirasa tidak baik untuk aktor dan kru.

“Bayangin, kalau 18 jam itu berarti kan breaknya cuma 6 jam (sehari). Jadi ketika beres syuting, misalnya selesai jam 12, terus ketemu lagi jam 6. Bayangin, dari lokasi ke rumah aja berapa lama, berapa lama tidurnya, 3 atau 4 jam doang,” kata Ernest.

“Gimana kita berharap orang tidur 3 jam, terus besoknya harus balik ke lokasi buat syuting 16 jam lagi. Dan ini berjalan puluhan tahun. Sebagian malah meromantisasi pekerjaan film itu kaya gitu. Bisa lah yuk pelan-pelan kita perbaiki semuanya, terutama buat kru ya, kalau pemain kan entar datang cepat, entar datang telat, tapi kalau kru kan menjalani tiap hari proses itu,” sambungnya.

Tidak hanya soal jam kerja, sebagai produser, Ernest juga ingin memperjuangkan film-film dengan cerita yang orisinal. Dengan sedikit menyentil, lewat film barunya, Ernest berharap ada ruang lebih bagi film dengan original story.

“Kalau produser itu apa-apa harus sekuel, harus adaptasi, harus reborn. Ya buat aku sentilan-sentilan yang kebetulan aku dan Yandi berbagi keresahan yang sama. Kita sama-sama merasa film original story perlu mendapat ruang,” pungkasnya.