<i>Factitious Disorder</i>, Berpura-pura Sakit demi Menarik Perhatian Orang Sekitar
Ilustrasi Factitious Disorder (Cottonbro/Pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Factitious disorder atau gangguan buatan merupakan gangguan mental serius dimana seseorang berpura-pura sakit untuk mendapat perhatian orang sekitar. Orang yang mengidap gangguan mental ini akan bertindak seolah-olah mereka memiliki penyakit fisik atau psikologis.

Gejala factitious disorder dapat berkisar dari ringan hingga parah. Jika sudah parah, maka gejala disebut sindrom Munchausen. Penderita gangguan mental ini bahkan rela menjalani tes yang menyakitkan atau berisiko, seperti operasi hanya untuk mendapatkan simpati orang lain.

Ini terjadi karena mereka sulit mengontrol emosi, sehingga menyebabkan pasien melukai diri  sendiri agar terus menghasilkan lebih banyak gejala. Akibatnya, mereka menjalani prosedur dan operasi yang tidak perlu.

Melansir Mayo Clinic, Rabu 20 April, tanda dan gejala factitious disorder terdiri dari;

  • Memiliki pengetahuan luas tentang istilah dan penyakit medis
  • Gejala sakit yang tidak jelas atau tidak konsisten
  • Rela menyakiti diri sendiri untuk tetap terlihat sakit
  • Sering gonta ganti rumah sakit ataupun dokter
  • Enggan mengizinkan dokter berbicara dengan keluarga atau teman terkait masalah kesehatan yang dimiliki pasien
  • Sering menginap di rumah sakit
  • Keinginan untuk sering melakukan pengujian atau operasi yang berisiko agar mendapat perhatian khusus
  • Banyak bekas luka operasi atau bukti dari banyak prosedur
  • Berbohong tentang gejala
  • Meniru gejala penyakit tertentu

Orang dengan gangguan buatan mengada-adakan penyakitnya dengan cara;

  • Melebih-lebihkan gejala yang ada. Bahkan ketika ada kondisi medis atau psikologis yang sebenarnya, mereka mungkin membesar-besarkan gejala agar tampak lebih sakit atau lebih terganggu daripada kondisi sebenarnya.
  • Memanipulasi riwayat medis. Mereka bisa memanipulasi  riwayat penyakit palsu kepada orang terdekat, keluarga, rekan, teman, atau tenaga kesehatan  seperti mengaku menderita kanker atau AIDS hanya untuk mendapatkan simpati. Mereka juga tak ragu memalsukan catatan medis guna menunjang drama yang sedang dimainkan.
  • Gejala palsu. gejala-gejala palsu sering dipertunjukkan seperti sakit perut, kejang, atau pingsan.
  • Rentan menyakiti diri sendiri. Pasien dengan factitious disorder rela menyakiti diri sendiri agar terlihat sakit dengan cara menyuntikkan diri sendiri dengan bakteri, susu, bensin atau kotoran. Nekatnya lagi, mereka tak segan melukai, memotong atau membakar diri sendiri. Mereka berani menggunakan obat-obatan, seperti pengencer darah atau obat untuk diabetes, demi meniru suatu penyakit. Mereka juga tak segan mengorek kembali luka atau membuat luka terinfeksi kembali demi memperlambat penyembuhan.
  • Merusak. Mereka dapat memanipulasi instrumen medis untuk mengubah hasil, seperti memanaskan termometer. Atau merusak tes laboratorium, seperti mencemari sampel urin dengan darah atau zat lain.

Faktor risiko

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko factitious disorder termasuk;

  • Trauma masa kecil, seperti pelecehan emosional, fisik atau seksual
  • Penyakit serius selama masa kanak-kanak
  • Kehilangan orang yang dicintai melalui kematian, penyakit, atau pengabaian
  • Pengalaman masa lalu selama sakit dan perhatian yang dibawanya
  • Rasa identitas atau harga diri yang buruk
  • Gangguan kepribadian
  • Depresi
  • Keinginan untuk berhubungan dengan dokter atau pusat kesehatan
  • Bekerja di bidang perawatan kesehatan

Perawatan utama untuk factitious disorder adalah psikoterapi (sejenis konseling). Perawatan kemungkinan akan fokus pada perubahan pemikiran dan perilaku individu dengan gangguan, seperti terapi kognitif-perilaku. Terapi keluarga juga dapat membantu dalam mengajar anggota keluarga untuk tidak menghargai atau memperkuat perilaku orang dengan gangguan tersebut.