Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah tengah mengusulkan kebijakan pelabelan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk makanan dan minuman guna meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pola makan sehat.

Langkah ini diharapkan dapat membantu konsumen dalam membuat pilihan makanan yang lebih baik serta menekan angka penyakit tidak menular yang berkaitan dengan konsumsi berlebihan zat-zat tersebut.

Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mengatur pelabelan nutri-grade untuk kandungan GGL pada berbagai produk pangan.

"Proses RPMK masih berlangsung, dan kami memberikan ruang bagi berbagai pihak untuk memberikan masukan terkait regulasi ini. Namun, ini bukan merupakan aturan wajib, melainkan lebih kepada upaya edukasi bagi masyarakat," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, seperti dikutip ANTARA.

Ia menambahkan bahwa kampanye dan edukasi terkait GGL akan segera diluncurkan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk industri pangan.

"Sosialisasi awal telah dilakukan, karena industri makanan siap saji membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dan menempelkan label pada produk mereka. Mengingat variasi produk sangat beragam, maka proses ini harus dilakukan secara bertahap," jelasnya.

Nadia juga menjelaskan bahwa beberapa bentuk pelabelan pangan telah diterapkan sebelumnya. Pertama, pelabelan berupa Informasi Nilai Gizi, yaitu pencantuman kandungan gizi pada produk olahan yang biasanya tertera di bagian belakang kemasan.

Kedua, pelabelan dengan logo "Pilihan Lebih Sehat", yang hanya diberikan kepada produk yang memenuhi kriteria profil gizi tertentu.

Untuk makanan berpemanis dalam kemasan (MBDK), batas maksimum kandungan gula (monosakarida dan disakarida) yang diperbolehkan adalah 6 gram per 100 mL. Saat ini, aturan tersebut baru diterapkan pada mi instan dan minuman kemasan dengan label yang tertera di bagian belakang kemasan.

Selain itu, produk juga diwajibkan mencantumkan peringatan kesehatan, seperti "Gula > 50 gram, Natrium > 200 mg, dan Lemak > 67 gram per orang per hari berisiko menyebabkan hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung."

Pemerintah terus menggalakkan edukasi mengenai pentingnya membaca label pada kemasan produk melalui berbagai program sosialisasi dan workshop yang melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat luas.

"Ini masih menjadi tantangan besar. Saat ini sosialisasi terus berjalan, dan beberapa industri makanan siap saji sudah mulai terlibat. Bahkan, beberapa aplikasi digital kini sudah menyediakan informasi mengenai jumlah kalori, gula, garam, dan lemak dalam berbagai makanan," tambah Nadia.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, tercatat bahwa 28,7 persen masyarakat mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi batas yang dianjurkan.

Rata-rata nasional menunjukkan bahwa 5,5 persen masyarakat mengonsumsi lebih dari 50 gram gula per hari (setara dengan empat sendok makan), 53,5 persen mengonsumsi garam lebih dari satu sendok teh per hari (2.000 mg natrium), dan 24 persen mengonsumsi lemak lebih dari lima sendok makan per hari (67 gram).

Kondisi ini turut berkontribusi terhadap peningkatan angka obesitas di Indonesia, di mana pada tahun 2023 tercatat 23,40 persen penduduk berusia 18 tahun ke atas mengalami obesitas.