Bagikan:

JAKARTA – Saat bulan puasa, penjualan takjil atau makanan berbuka puasa semakin meningkat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus melakukan pengawasan terhadap produk makanan yang dijual, terutama oleh pedagang kaki lima dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Salah satu temuan yang masih sering terjadi adalah penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya, seperti pewarna tekstil, pengawet ilegal, dan zat kimia yang dilarang dalam makanan.

BPOM mengungkapkan beberapa ciri khas takjil yang mungkin mengandung bahan berbahaya. Salah satunya adalah makanan atau minuman dengan warna yang terlalu mencolok.

Hal ini diungkapkan Dra. Dwiana Andayani, Apt. Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM RI melalui acara 'Pahami Bahan Tambahan Pangan yang Aman Pada Makanan Kemasan untuk Cegah Obesitas' yang diselenggarakan oleh Nutri Food bersama Kementerian Kesehatan RI dan BPOM.

"Kalau ada yang jual minuman es campuran pacar cina dengan warna pink menyala, itu dilarang. Bisa jadi mengandung pewarna tekstil yang tidak aman untuk dikonsumsi," ujar Dwiana, saat ditemui di kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 4 Maret 2025.

Selain itu, beberapa makanan seperti kerupuk, mi, dan jajanan berwarna terang diduga masih menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya seperti metanil yellow dan rhodamin B.

Pewarna ini seharusnya hanya digunakan dalam industri tekstil, bukan untuk makanan. Konsumsi jangka panjang dapat berdampak buruk pada kesehatan, termasuk risiko kanker dan gangguan organ dalam.

Penggunaan boraks dan formalin dalam makanan juga masih ditemukan di beberapa jenis takjil, seperti bakso, mi basah, dan tahu. Boraks biasanya digunakan sebagai pengenyal, sementara formalin sering dipakai untuk mengawetkan makanan agar tidak cepat basi. Padahal, kedua zat ini berbahaya bagi kesehatan dan dapat merusak sistem pencernaan serta ginjal jika dikonsumsi dalam jangka panjang. 

"Biasanya dikasih pengawet itu makanan supaya awet, terus ada pemanis, enggak tahu dipakai apa, diidentifikasinya adalah pakai pewarna. Kita suruh UMKM menggunakan bahan makanan dengan warna alami," ucapnya. 

"Kalau warnanya mencolok, seperti kerupuk atau mi menggunakan metanil yellow, rhodamin b, boraks, formalin, tetap saja ini jadi bahan sering digunakan pedagang," tambahnya. 

BPOM menegaskan bahwa edukasi terhadap pedagang dan pelaku UMKM terus dilakukan setiap tahun. Namun, masih ada sebagian pedagang yang kurang memahami atau mengabaikan aturan penggunaan bahan tambahan pangan yang aman.

"Biasanya makanan diberikan pengawet supaya awet, atau pemanis buatan tanpa tahu bahan yang dipakai aman atau tidak," kata BPOM.

BPOM mendorong pedagang untuk beralih menggunakan bahan alami sebagai pewarna makanan, seperti ekstrak buah naga untuk warna merah, kunyit untuk warna kuning, dan pandan untuk warna hijau. Selain lebih aman, bahan alami juga memberikan manfaat kesehatan bagi konsumen.

Masyarakat juga diminta untuk lebih teliti dalam membeli takjil atau produk makanan lainnya. Jika membeli produk kemasan atau bumbu tambahan seperti vanila untuk kue, pastikan produk tersebut memiliki nomor registrasi BPOM. Produk yang sudah terdaftar di BPOM telah melalui uji keamanan dan layak dikonsumsi.

BPOM juga mengingatkan bahwa makanan yang dijual di supermarket atau toko resmi biasanya sudah melalui proses pemeriksaan ketat. Namun, untuk makanan yang dijual di pinggir jalan atau pasar tradisional, masyarakat perlu lebih waspada dan memastikan bahwa makanan yang dibeli tidak mengandung bahan berbahaya.