Tegas! Anggota DPR Fraksi PKS Sindir Rencana Pajak Sembako: Jadi Wacana Saja Tidak Pantas, Apalagi Jadi RUU
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Anis Byarwati. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR DI Anis Byarwati mangaku belum menerima draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang ditengarai berisi rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sejumlah barang kebutuhan pokok atau sembako.

Menurut dia, secara aturan apabila pemerintah ingin mengajukan pembahasan RUU maka terlebih dahulu harus menyampaikan rancangan regulasi tersebut dan dibarengi dengan Surat Presiden (Surpers) untuk selanjutnya diterima oleh Pimpinan DPR dan dibahas dalam agenda sidang tertentu.

“Nah proses ini sendiri belum ada, sehingga kami tidak tahu barangnya seperti apa. Bahkan sekarang sudah bocor dan ramai dibicarakan masyarakat, sehingga yang jadi pertanyaan sumbernya dari mana?” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual yang disiarkan secara virtual oleh jaringan MNC Media, Sabtu, 12 Juni.

Anis menambahkan, apabila benar pemerintah mengajukan perubahan regulasi perpajakan dengan memasukan sembako sebagai objek pajak, maka hal tersebut dianggap kurang tepat mengingat kondisi yang cukup sulit di tengah pandemi saat ini.

“Kalau ini (pengenaan pajak sembako) dijadikan wacana, saya kira tidak pantas. Menjadi wacana saja tidak pantas apalagi menjadi RUU,” tegasnya.

Lebih lanjut, legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut terdapat berbagai masalah lain yang mestinya menjadi fokus pemerintah ketimbang membidik sembako sebagai objek pajak.

“Ekonomi kita belum pulih, masyarakat kita belum pulih. Selain itu masalah kita sangat banyak, seperti kesehatan, dan kesejahteraan. Jadi, lebih baik pemerintah fokus dulu untuk menyelesaikan hal ini,” tuturnya.

Untuk itu, Anis meminta pemerintah untuk melakukan kajian ulang secara mendalam terkait niatan mencabut sembako dari daftar barang bebas pajak.

“Untuk mencabut sembako dari pengecualian PPN itu sangat tidak logis, apalagi di masa pandemi seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana memikirkan ketersediaan pangan yang cukup bagi rakyatnya,” jelas dia.

Seperti yang diketahui, revisi RUU KUP yang diinisiasi oleh pemerintah bocor ke publik dan menjadi polemik lantaran berisi rencana pengenaan pungutan pajak terhadap barang konsumsi pokok masyarakat.

Dalam salinan dokumen yang diterima VOI, disebutkan bahwa terdapat tiga skema dalam pelaksanaan PPN sembako. Pertama, PPN usulan 12 persen.

Kedua, skema multitarif 5 persen yang lebih rendah dari  skema pertama dengan penguatan legalitas melalui Peraturan Pemerintah. Serta yang ketiga adalah melalui cara PPN final 1 persen.

Pemerintah sendiri cenderung memilih skema ketiga, yakni PPN final 1 persen karena dapat mengakomodir serta meminimalisir dampak bagi pelaku usaha kecil dan menengah.