Selain Vaksin AstraZeneca Belum Bisa Jadi Syarat Haji-Umrah, Bos Bio Farma Minta Pemerintah Lakukan Diplomasi
Petugas medis menyiapkan vaksin COVID-19 Astrazeneca sebelum disuntikkan kepada karyawan hotel di Rumah Sakit Mardiwaloeja, Malang, Jawa Timur, Kamis (20/5/2021). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

Bagikan:

JAKARTA - Semua jenis vaksin di Indonesia sejauh ini belum bisa digunakan sebagai syarat perjalanan ibadah haji maupun umrah ke Arab Saudi. Terkecuali vaksin AstraZeneca. Sebab, vaksin lain terutama buatan China belum mengantongi sertifikat dari organisasi kesehatan dunia (WHO).

Seperti diketahui, dalam program vaksinasi nasional, pemerintah Indonesia menggunakan vaksin buatan Sinovac maupun vaksin buatan PT Bio Farma yang bahan bakunya berasal dari Sinovac, serta AsraZeneca.

Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir meminta pemerintah Indonesia melalukan diplomasi politik ke pemerintah Arab Saudi. Diplomasi itu berkenaan dengan otoritas Arab Saudi yang menjadikan vaksinasi dengan jenis vaksin tertentu sebagai syarat mendapat izin perjalanan ibadah haji dan umrah.

"Menurut saya ini lebih karena kita butuh diplomasi juga dari goverment to goverment. Kemudian nanti pemerintah kita dan Arab Saudi bisa melakukan diplomasi vaksin bahwa vaksin yang sudah diberikan kepada masyarakat Indonesia itu juga berlaku bagi vaksin haji," katanya dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Kamis, 20 Mei.

Lebih lanjut, Honesti optimis apabila diplomasi dilakukan antara kedua negara, bukan tidak mungkin nantinya Arab Saudi memperbarui daftar vaksin yang diperbolehkan menjadi syarat masuk jemaah haji atau umrah.

"Kami berkeyakinan karena jumlah (jemaah) haji di Indonesia paling besar di dunia, masa mereka delay karena masalah politik vaksin. Kami sudah menyampaikan ke Kemenlu dan Kemenkes untuk bisa dimulai diplomasi ini dengan pemerintah Arab saudi," ucapnya.

Honesti mengatakan semua jenis vaksin di Indonesia sejauh ini belum bisa digunakan sebagai syarat perjalanan ibadah haji maupun umrah ke Arab Saudi, terkecuali vaksin AstraZeneca. Baik vaksin Sinovac maupun vaksin lain, terutama buatan China dikatakan Honesti belum mengantongi sertifikat dari WHO.

"Memang belum satupun vaksin yang kita gunakan saat ini masuk kecuali AstraZeneca, yang vaksin dari China emang belum," kata Honesti.

Namun, kata Honesti, vaksin Sinopharm sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari WHO. Sementara untuk Sinovac masih dalam proses.

Honesti menyampaikan, sebelumnya Bio Farma sudah melakukan diskusi dengan pihak Sinovac. Dari situ diketahui bahwa tidak ada data apapun yang diminta WHO sebagai persyaratan persetujuan EUA. Sehinga pemberian izin penggunaan darurat hanya tinggal menunggu waktu.

"Mudah-mudahan mungkin awal Juni atau Minggu kedua Juni, Sinovac sudah mendapatkan EUA dari WHO. Sehingga nati bsia menjadi dasar kita berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi, Sinovac, Sinopharm, dan semua vaksin yang digunakan di Indonesia layak untuk menjadi persyaratan," jelasnya.

Sekadar informasi, Otoritas Arab Saudi mengizinkan ibadah umrah, namun dengan catatan hanya untuk jemaah yang sudah divaksin Covid-19. Belakangan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mempertegas bahwa izin tersebut berlaku bagi jemaah yang memang sudah disuntik vaksin dengan sertifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sementara diketahui vaksin COVID-19  Sinovac yang kebanyakan disuntikan kepada masyarakat Indonesia, dikatakan Yaqut belum disertifikasi oleh WHO. Kendati belum bersertifikat dari WHO, menurut Yaqut, vaksin Sinovac bukan berarti tidak bisa. Ia berujar kemungkinan besar Sinovac masih dalam proses mendapatkan sertifikat daei WHO.