JAKARTA - Pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyatakan bahwa nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang signifikan akibat dampak perang dagang yang dicanangkan oleh Amerika Serikat (AS).
Ibrahim memperingatkan bahwa dalam beberapa minggu mendatang, kemungkinan besar nilai rupiah akan terus melemah, bahkan bisa mencapai level Rp16.900, dan berpotensi menembus angka Rp17.000.
“Perang dagang ini membuat apa? Membuat mata uang rupiah kembali mengalami pelemahan dan kemungkinan besar dalam minggu-minggu ini pembukaan pasar level Rp16.900 kemungkinan besar akan terjadi. Ada kemungkinan besar akan pecah telur juga di Rp17.000 ini harus berhati-hati,” ujar Ibrahim di Jakarta, Kamis 3 April.
Pada penutupan perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah di Jakarta tercatat melemah sebesar 33 poin atau 0,20 persen, menjadi Rp16.746 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.713 per dolar AS.
Kebijakan AS Naikkan Tarif Impor
Salah satu faktor yang memicu pelemahan rupiah adalah kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang mengumumkan kenaikan tarif impor sedikitnya 10 persen terhadap banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, pada Rabu 2 April.
Kenaikan tarif ini mempengaruhi sekitar 60 negara, termasuk Indonesia, yang masuk dalam urutan ke delapan dalam daftar negara yang terkena tarif tersebut, dengan besaran mencapai 32 persen.
Trump menyatakan bahwa kebijakan tarif timbal balik tersebut bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di AS dan memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan yang menurutnya merugikan AS.
Ibrahim Assuabi menilai bahwa pemerintah Indonesia harus memberikan respons terhadap kebijakan ini dengan cara yang serupa. Ia menyarankan agar Indonesia menerapkan biaya impor yang setara dengan yang diterapkan AS, yaitu 32 persen, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan tarif AS.
Selain itu, Ibrahim juga mengungkapkan bahwa Indonesia perlu memanfaatkan potensi pasar baru melalui kelompok negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) untuk meningkatkan ekspor. "Pemerintah harus memanfaatkan BRICS sebagai pasar baru untuk melakukan ekspor," kata Ibrahim.
另请阅读:
Stimulus dan Intervensi Pasar Diperlukan
Ibrahim menyarankan agar pemerintah Indonesia memberikan stimulus ekonomi untuk menanggulangi dampak dari perang dagang ini. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya Bank Indonesia untuk terus melakukan intervensi di pasar valuta asing dan obligasi melalui perdagangan DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) untuk menstabilkan nilai rupiah.
“Bank Indonesia harus tetap di pasar melakukan intervensi di perdagangan DNDF, terutama adalah valuta asing dan obligasi. Tujuannya adalah untuk menstabilkan mata uang rupiah. Ini yang harus dilakukan oleh pemerintah sehingga walaupun Amerika melakukan perang dagang terhadap Indonesia, Indonesia sudah siap untuk melakukan perlawanan balik,” ujar Ibrahim.
Dengan langkah-langkah tersebut, Ibrahim optimistis Indonesia dapat menghadapi dampak negatif dari perang dagang ini dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.