Pasar Respons Positif Perekonomian Indonesia, tetapi Rupiah Kembali Diprediksi Melemah
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah pada hari Rabu 1 November 2023 masih akan dipengaruhi ketidakpastian global, penguatan dolar AS dan kekhawatiran akan potensi eskalasi perang Israel-Hamas.

Namun, pasar merespons positif atas terjaganya perekonomian Indonesia.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Selasa 31 Oktober, di pasar spot menguat 0,03 persen ke level Rp15,884 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp 15,890 per dolar AS.

Selanjutnya, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) menguat 0,11 persen menuju level Rp15,897 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp15.916 per dolar AS.

Ibrahim Assuaibi Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka mengatakan pasar merespon positif setelah mencermati sektor keuangan Indonesia tetap stabil dan mampu menghadapi di tengah gejolak global, seperti meningkatnya suku bunga tinggi di Amerika Serikat (AS) yang berkepanjangan dan tensi geopolitik yang memanas.

"Tetap stabilnya sektor jasa keuangan didorong dari mampunya Indonesia dalam memitigasi dari ketidakpastian global," jelasnya dalam keterangannya, Rabu 1 November.

Menurut Ibrahim, terjaganya permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga, meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko dari meningkatnya ketidakpastisn global baik dari terminologi higher for longer suku bunga global, maupun tensi geopolitik.

Dari tensi geopolitik, memanasnya konflik Israel dan Hamas yang berpotensi mempengaruhi ekonomi dunia secara signifikan terutama jika terjadi eskalsi di Timur Tengah yang lebih luas.

Kemudian membaiknya pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap persisten tinggi di Amerika Serikat (AS), telah mendorong meningkatnya aksi jual (share off) pasar obligasi di salah satu negara ekonomi terkuat dunia tersebut.

Ibrahim menyampaikan kenaikan hasil obligasi AS (yield US Treasury) telah meningkatkan keluarnya modal dari pasar negara berkembang (emerging market) termasuk Indonesia dalam mendorong pelemahan pada nilai tukar dan pasar obligasi yang signifikan.

Sementara, di Eropa kinerja ekonomi diprediksi masih mengalami stagflasi. Sedangkan di Tiongkok pemulihan ekonomi masih belum sesuai harapan dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi.

"Tentunya ini akan meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global," Jelasnya

Ibrahim menyampaikan, tingkat inflasi Indonesia juga tercatat sebesar 2,28 persen secara tahunan (yoy) atau sejalan dengan ekspektasi pasar 2,2 persen (yoy).

Namun secara umum, daya beli masyarakat masih tertekan yang terlihat dari inflasi inti yang kembali turun, serta penurunan indeks kepercayaan konsumen dan kinerja penjualan ritel yang rendah.

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Rabu 1 November dalam rentang harga Rp15.870- Rp15.950 per dolar AS.