Bantah Faisal Basri, Jokowi Ungkap Keuntungan Hilirisasi Indonesia Rp510 Triliun
Presiden Joko Widodo (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal hitung-hitungan keuntungan yang didapat dari hilirisasi yang dilakukan di Indonesia.

Ia mengungkapkan, hilirisasi memberikan nilai tambah ke Tanah Air bahkan sampai Rp510 triliun.

Pernyataan Jokowi ini menanggapi kritik yang dilayangkan Ekonom Senior Indef Faisal Basri.

Faisal menilai, kebijakan hilirisasi tidak menguntungkan. Bahkan, dia menyebut Indonesia hanya menikmati 10 persen hasil dari hilirisasi nikel.

“Ngitungnya gimana? Kalau hitungan kita, contoh saya berikan contoh nikel, saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp510 triliun,” kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis, 10 Agustus.

Menurut dia, dengan meningkatnya nilai ekspor nikel hasil hilirisasi, maka hasil pajaknya akan lebih besar ketimbang sebelum dilakukan hilirisasi.

Jokowi juga mencoba membandingkan besaran pajak yang diterima dari angka Rp17 triliun sebelum hilirisasi nikel, dan Rp510 triliun pascahilirisasi nikel.

“Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPH badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun, gede mana?,” kata Jokowi.

Sekadar informasi, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menyoroti kebijakan beli Sassy yang tidak menguntungkan bagi Indonesia.

Bahkan, kata Faisal, prestasi tidak lebih jauh menguntungkan ketimbang negara menggenjot industrialisasi.

“Sayangnya tidak ada kebijakan industrialisasi yang ada adalah kebijakan hilirisasi. Beda. Kalo industrialisasi memperkuat struktur perekonomian, struktur industri, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” ujar Faisal.

Contohnya, kata Faisal, hilirisasi nikel menjadi NPI dan feronikel. Data yang dikantonginnya menyebut kalau 99 persen hasilnya itu diekspor ke China.

“Kalau Hilirisasi sekadar dari biji nikel menjadi NPI atau jadi feronikel, NPI dan feronikelnya 99 persennya diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata nyata mendukung industrialisasi di China,” tuturnya.

Lebih lanjut, kata Faisal, kalau paling besar, Indonesia hanya menikmati 10 persen dari proses hilirisasi nikel.

“Dan sungguh hilirisasi itu kita enggak dapat banyak. Maksimum 10 persen, 90 persennya lari ke China,” ucapnya.