Kontribusi PPh Masih Rendah, Pemerintah Gencarkan Sosialisasi dan Literasi Pajak Bagi UMKM
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa kontribusi PPh final UMKM pada periode 2019 adalah sebesar Rp7,5 triliun. Angka tersebut hanya berporsi 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa rendahnya kontribusi UMKM terhadap penerimaan negara disebabkan oleh rendahnya literasi dan pemahaman soal perhitungan perpajakan.

“Padahal mereka memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan kepatuhan dan pentingnya membayar pajak. Bahkan, merek juga menyatakan siap mengikuti kebijakan serta insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Senin, 21 November.

Menurut Neilmaldrin, pihaknya akan terus melakukan berbagai strategi dan upaya untuk meningkatkan literasi pajak bagi UMKM. Salah satu yang kini menjadi fokus adalah melalui kolaborasi dengan tax center yang ada di perguruan tinggi.

“Di tax center inilah Ditjen Pajak melibatkan para mahasiswa menjadi relawan pajak yang bertugas memberikan edukasi pajak dan membantu pengisian SPT para wajib pajak (WP), termasuk UMKM,” tuturnya.

Anak buah Sri Mulyani itu menambahkan, pemerintah menyelenggarakan pula program khusus Business Development Services (BDS) yang berfungsi sebagai media workshop, pelatihan kewirausahaan, seminar, kelas pajak tematik, serta layanan informasi dan asistensi kepada UMKM.

“Ke depan, Ditjen Pajak bakal berkolaborasi dengan pelaku platform digital seperti marketplace kita tahu mayoritas penjual di situs daring adalah UMKM. Untuk itu perlu edukasi juga, baik kepada platformnya maupun UMKM-nya,” tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum UMKM Naik Kelas Raden Tedy menjelaskan banyak pelaku usaha kerakyatan yang belum berkembang signifikan, seperti tidak mengetahui cara membuat laporan keuangan hingga mengurus perizinan.

“Rendahnya angka partisipasi pajak dari sektor UMKM dapat dikarenakan minimnya kemampuan dan pengetahuan mereka tentang perpajakan,” kata dia.

Senada, Kepala Tax Center Universitas Gunadarma Beny Susanti mengatakan sebelum berbicara lebih jauh terkait mekanisme potong pungut, hendaknya pemerintah terlebih dahulu memenuhi hak utama UMKM, yaitu mendapatkan literasi dan edukasi tentang sistem perpajakan.

“UMKM bukan tidak mau bayar pajak, namun ada faktor lain, seperti sistem atau merasa kesulitan memahami. Mungkin kita pernah mendengar ungkapan, saya dapat apa kalau membayar pajak? Nah, di sinilah edukasi itu perlu disampaikan secara jelas dan masif,” ucap Beny.

Untuk diketahui, riset yang dikutip oleh Kemenkeu menyebutkan jika kurangnya literasi serta pengetahuan mengakibatkan 61 persen UMKM belum memanfaatkan fasilitas PPh final 0,5 persen.

Adapun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebelumnya juga telah membuat sejumlah kebijakan agar penerimaan negara melalui UMKM dapat terserap secara optimal.

Sebagai contoh, Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 yang memberikan keistimewaan peraturan perpajakan terhadap UMKM.

Disini pengusaha sektor kerakyatan dapat menikmati penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final UMKM dari yang sebelumnya 1 persen menjadi 0,5 persen berdasarkan penghasilan bruto.

Selain itu, pemerintah juga telah membebaskan PPh untuk UMKM perorangan dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).