Bandingkan dengan Penanganan Garuda Indonesia, Eks Pilot Merpati Nilai Negara Tak Adil Selesaikan Masalah Mereka
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron dalam diskusi Publik bertajuk ‘Nasib Tragis Eks Pilot Merpati Yang Tak Kunjung Usai’. (Foto: Dok. Antara/Setjen DPR RI)

Bagikan:

JAKARTA - Para mantan Pilot Merpati Airlines mempertanyakan mengapa pemerintah cepat sekali menyelesaikan masalah Garuda Indonesia sementara untuk masalah Merpati Airlines terkesan 'diabaikan'. Karena itu, mereka merasa negara tidak adil dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami perusahaan pelat merah tersebut.

Perwakilan mantan Pilot Merpati Muhammad Masikoer mengatakan mereka kecewa ketika Garuda Indonesia menghadapi masalah, negara langsung hadir dengan memberikan penyertaan modal negera.

Seperti diketahui, PT Merpati Nusantara Airlines masih menunggak pembayaran pesangon untuk 1.233 eks pilot dan karyawannya dengan nilai total mencapai Rp312 miliar. Padahal, perusahaan tersebut sudah berhenti beroperasi sejak 2014 silam.

"Justru kemarin ada terakhir ada penyertaan modal Garuda, kita juga mengatakan kenapa Garuda cepet banget, kenapa Merpati enggak. Padahal ini menyangkut maslah hidup orang banyak," ucapnya, dalam diskusi Publik bertajuk ‘Naih Tragis Eks Pilot Merpati Yang Tak Kunjung Usai’ di Media Centre, Jakarta, dikutip, Selasa, 31 Mei.

Padahal, menurut Masikoer, pihaknya juga tak mengharapkan tunjangan hari raya (THR) dibayarkan. Kata dia, yang diharapkan untuk segera dibayarkan adalah gaji dan pesangon mereka. Termasuk dana pensiun yang dikumpukan dari potongan gaji.

"Kita bahkan tidak mengharapkan itu, THR enggak dibayarin enggak apa-apa, tapi duit saya yang saya kumpulkan dari, mohon maaf saya di Merpati itu masuk tahun 74 sebagai siswa penerbang, saya pensiun tahun 2019, jadi periodenya itu sekitar 45 tahun saya ada di Merpati," ujarnya.

Namun kenyataannya, Perusahaan Pengelola Aset (PPA) juga tak memberi solusi, bahkan terkesan buang badan ketika menggugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dengan dibubarkannya Merpati, justru Mantan Pilot tak mendapatkan apa-apa.

Masikoer menjelaskan tak sedikit mantan Pilot Merpati yang sakit keras dan menua akibat hanya menggantungkan harapan atas dana pesangon. Hingga kini, pemerintah justru tak kunjung memberi solusi atas ribuan pegawai yang belum mendapatkan pesangon.

"Teman-teman kita sudah banyak yang meninggal, bahkan mungkin bahwa perlu diketahui ada bekas GM Merpati di Kupang itu sekarang hanya jadi seorang penggarap lahan orang lain, tidur digubuk yang tidak layak, ada yang mohon maaf ditinggal istrinya, ada yang jadi tukang pijit, ada yang go-jek, itu semua dulu pejabat-pejabat Merpati bukan pegawai biasa," ucapnya.

Masikoer mengatakan pihaknya sudah menempuh banyak cara. Mulai dari menuntut hak ke Istana, KSP, Komnas HAM, KPK hingga ke DPR, namun hingga kini belum ada titik terang atas pembayaran hak-hak mereka.

"Mau ke mana lagi enggak tahu, kalau mau menceritakan itu rasanya sih enggak enak. Jadi kami mohon bantuan DPR untuk bagaimana caranya mencari solusi terbaik," tuturnya.

DPR minta pemerintah tidak menghidar

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR hadir Herman Khaeron mengatakan pihaknya sudah menerima surat permintaan RDPU kepada Komisi VI DPR dan mendengarkan pembacaan surat somasi terbuka kepada Kementerian BUMN agar hak-hak mereka khususnya pesangon segera dibayarkan.

Bahkan, kata Herman, Komisi VI juga terus menyuarakan agar gaji dan pesangon para mantan karyawan Merpati Airlines segara dibayarkan.

"Kami di DPR berulang kali, menyuarakan bahwa segera selesaikan kewajiban kepada para pegawai, pegawai itu baik yang administrasi, teknis maupun pilot, karena justru inilah kewajiban utama yang harus dibayarkan," kata Herman.

Karena itu, Herman kembali meminta agar Kementerian BUMN dibawah pimpinan Erick Thohir tidak menghindar atas persoalan pilot eks Merpati yang sampai saat ini belum usai.

Lebih lanjut, Herman menilai Menteri BUMN Erick Thohir harusnya menuntaskan persoalan prioritas ini. Jika tak kunjung dibayarkan, kata Herman, pemerintah dosanya besar sekali.

"Dosanya besar sekali, dzolim, mudah-mudahan dosanya enggak menular sampai anggota DPR," ucapnya.

Sebelumnya, pada 30 September 2021, Erick Thohir menilai tidak ada kebangkrutan yang dialami PT Merpati Nusantara Airlines (Persero). Sebab utama pemegang saham akan melikuidasi maskapai penerbangan pelat merah itu, karena tidak lagi beroperasi sejak 2008 lalu.

Menurutnya, perusahaan yang sudah tidak beroperasi sejak lama harus diselesaikan permasalahannya. Ihwal pesangon karyawan hingga aset Merpati pun sudah ditangani PT Danareksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.

Dana pensiun yang sudah ditutup membuat eks karyawan tidak mendapatkan pesiunnya padahal selama bekerja gajinya sudah dipotong untuk uang pensiun. Sementara, dana pensiun merpati ditutup sejak Januari 2015, namun para mantan karyawan yang sudah pensiun sejak tahun 2013 pun tidak mendapatkan uang pensiunnya.