MUI Tanya ke Pangkostrad, Bagaimana Bisa Mengetahui Tuhan Mengatakan Benar
Ketua MUI Bid Dakwah dan Ukhuwah K.H. Dr. Cholil Nafis/ Layar tangkap siaran YouTube Hersubeno Point

Bagikan:

JAKARTA - Ketua MUI Bid Dakwah dan Ukhuwah K.H. Dr. Cholil Nafis menyoroti pernyataan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman yang dilontarkan saat melakukan kunjungan kerja ke Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur) 9/Lang-Lang Bhuana Kostrad di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Senin 13 September lalu.

Kyai Cholil memahami pernyataan Pangkostrad dalam memberi arahannya kepada prajurit untuk mewaspadai hoaks. Menurutnya apa yang disampaikan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman kepada prajuritnya adalah satu hal penting.

“Saya tidak tahu pro kontranya. Saya memahami baik-baik saja, bahwa Letjen memberikan arahan kepada prajurit agar waspada hoak, saya pikir itu penting. Karena hoaks bagian dari proxy war. Perang pemikiran bahwa kita dilemahkan nasionalisme, kita dibikin adu domba, dan itu kita harus waspadai.” kata Kyai Cholil melalui saluran Hersubeno Poin, yang ditayangkan pada Kamis 16 September.

Menrut Kyai Cholil, posisi TNI harus ada di tengah, tidak ke kanan atau ke kiri meskipun memeluk agama tertentu.

“TNI harus ada di tengah untuk mengayomi seluruh umat beragama, mengayomi anak bangsa, punya hak yang sama di dalam kehidupan berbangsa bernegara. TNI harus ada di tengah jangan sampai miring ke kanan atau ke kiri. Meskipun memeluk agama tertentu.” terangnya.

Namun ada satu penilaian yang menurut Cholil tidak tepat, yakni ucapan Dudung ‘Semua Agama Itu Benar Di Mata Tuhan’.

“Itu yang salah. Diksi itu salah, semua agama benar di mata tuhan, kelau benar itu kutipannya bagaimana bisa mengetahui Tuhan mengatakan benar? Kalau di mata undang undang itu benar bisa, ada Mahkamah Konstitusi, ada ahli hukum. Nah kalau di mata Tuhan itu benar, saya tanya bagaimana bisa tahu?” kata Kyai Cholil.

Dalam membangun toleransi umat beragama, Kyai Cholil memiliki prinsip sendiri. Menurutnya, toleransi itu memahami, toleransi itu memaklumi, dan menghargai, bukan menyamakan.

“Ini kan maunya bagaimana kita membangun toleransi. Toleransi itu memahami, toleransi itu memaklumi, menghargai bukan menyamakan. Jadi kita dalam rangka toleransi jangan menyama-nyamakan yang memang sudah berbeda. Kita ini sama-sama dalam bingkai NKRI, kita sama-sama umat beragama, kita sama-sama memahami toleransi antar umat beragama, tapi agama kita beda. Keyakinan kita beda, juga ritual-ritual kita beda. Jadi yang beda katakan beda, yang sama katakan sama.” jelasnya.

Namun Kyai Cholil memahami Letjen Dudung Abdurachman tidak salah paham. Mungkin, kata Kyai Cholil, durasi yang pendek.

“Saya memahami beliau tidak salah paham, tetapi mungkin kutipannya. Mungkin durasi yang pendek, sehingga cara menyampaikan ‘semua agama itu benar di mata Tuhan’ dalam arti bahwa kita sama-sama menyembah Tuhan sama-sama ingin kebaikan. Tidak ada agama menyebarkan keburukan. Jadi dalam kontek kebangsaan, dalam kontek sosial sama, tetapi keyakinan kita, bahwa yang kita peluk itu adalah yang mengantarkan kita pada keselamatan dunia dan akhirat, itu pasti beda. Caranya dan keyakinannya pasti beda. “ papar Kyai Cholil