Perkembangan Kasus Korupsi Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, KPK: 17 Tersangka Ditahan di 6 Rutan Berbeda
Konferensi pers KPK terkait korupsi Bupati Probolinggo. (Foto: Tangkap Layar YouTube KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 17 tersangka penyuap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Mereka ditahan di enam rumah tahanan (rutan) yang berbeda.

Penahanan ini dilakukan setelah belasan pemberi suap ini diumumkan sebagai tersangka pada Selasa, 31 Agustus lalu. Mereka yang ditahan adalah Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wadi, Kho'im, Akhamd Saifullah, Jaelani, Uhar, dan Nurul Hadi. Selain itu, ada juga Nurul Huda, Hasan, Sugito, Sahir, Samsuddin, dan Maliha.

"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 4 September sampai dengan 23 September," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Sabtu, 4 September.

Karyoto menjelaskan belasan tersangka ini ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Rutan Polres Jakarta Timur, Rutan Salemba, Rutan Polres Jakarta Barat, Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih, dan Rutan Polda Metro Jaya.

Adapun dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menahan lima orang yaitu Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari; anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem yang juga suami Puput, Hasan Aminuddin; Camat Krejengan Doddy Kurniawan; Camat Paiton Muhamad Ridwan; dan seorang ASN yang juga pemberi suap Sumarto.

Adapun belasan tersangka ini merupakan ASN di Pemkab Probolinggo, Jawa Timur yang ingin menjabat sebagai kepala desa untuk mengisi kekosongan jabatan akibat mundurnya jadwal pemilihan kepala desa.

Untuk mendapatkan tiket melaju sebagai kades, mereka diwajibkan membayar Rp20 juta. Uang tersebut diserahkan kepada Puput melalui suaminya, Hasan Aminuddin.

"KPK menyesalkan terjadinya jual beli jabatan di tingkat desa yang dilakukan secara massal seperti ini," tegas Karyoto.

"Pejabat yang menyuap untuk mendapatkan jabatan pasti tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh integritas dan fokus bekerja melakyani rakyat tapi memikirkan bagaimana mengembalikan modal suap," imbuhnya.

Akibat perbuatannya, pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.