Gerak KPK Dalami Pembahasan Anggaran di DKI untuk Usut Dugaan Korupsi Tanah Munjul
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah berkonsentrasi mendalami pembahasan anggaran di DKI Jakarta untuk mengusut dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta tahun 2019. Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi termasuk Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik.

Pemeriksaan terhadap Taufik ini dilakukan pada Selasa, 10 Agustus lalu. Saat itu, sejumlah hal dikorek penyidik termasuk proses pembahasan anggaran pengadaan lahan yang berujung untuk bancakan para tersangka dalam kasus ini.

"Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan pengusulan dan pembahasan anggaran untuk BUMD di Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya (terkait, red) pengadaan tanah di Munjul," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 11 Agustus.

Selain itu, Taufik yang dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan juga dikonfirmasi terkait proses jual beli tanah itu dan hubungannya dengan salah seorang tersangka, Rudy Hartono Iskandar.

Tak hanya Taufik, penyidik juga telah memeriksa saksi lainnya yaitu Plt Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Sri Haryati pada Kamis, 5 Agustus lalu. Pada pemeriksaan itu, penyidik mengorek keterangan terkait proses pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) dari Pemprov DKI Jakarta kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Selain itu, KPK juga mendalami teknis pencairan anggaran PMD dengan memeriksa Kabid Usaha Transportasi, Properti, dan Keuangan Badan Pembinaan BUMD Pemprov DKI Jakarta Ahmad Ghifari.

Meski sudah diperiksa KPK terkait pembahasan anggaran, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik membantah dirinya tahu perihal pengadaan tanah di Munjul. Menurutnya, kegiatan teknis pengadaan tanah ini adalah kewenangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Teknis (anggaran, red) dibelanjakan apa, itu tanggung jawab BUMD masing-masing," katanya usai diperiksa KPK pada Selasa, 10 Agustus.

Taufik mengatakan, pihaknya melalui Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI hanya menerima dan mengusulkan permintaan penyertaan modal daerah (PMD) Perumda Sarana Jaya. Sehingga, dia tak mencurigai jika ujungnya anggaran pengadaan ini malah dikorupsi.

"Enggak, enggak (curiga, red) karena sesuai usulan. Kalau Banggar kan sesuai usulan. Kan PMD itu begini, sebelum diusulkan ke DPRD sudah dimatangkan tim penilai," tegasnya.

Meski begitu, dia mengamini ada anggaran sebesar Rp1,8 triliun yang diminta Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Tapi, dia tak tahu jika uang tersebut yang lantas digunakan untuk pengadaan tanah di Munjul.

"Iya ada, anggarannya ada (Rp1,8 triliun, red). Kan Banggar itu menetapkan bonggolan anggaran, pelaksanaannya diserahkan ke BUMD masing-masing," ujar Taufik.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.

Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat praktik rasuah ini, negara merugi hingga Rp152,5 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk memenuhi keperluan pribadi para tersangka.