Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat pada Kamis (27/3) mengumumkan bantuan baru senilai 73 juta dolar AS (sekitar Rp1,2 triliun) untuk pengungsi Rohingya, di tengah seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar komunitas internasional meningkatkan pendanaan kemanusiaan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyatakan melalui platform X bahwa bantuan ini akan disalurkan melalui Program Pangan Dunia (WFP).

"Bantuan pangan dan gizi ini akan memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan bagi lebih dari satu juta orang. Sangat penting bagi mitra internasional untuk berbagi tanggung jawab dalam menyediakan bantuan penyelamatan jiwa seperti ini," ujar Bruce, seperti dilansir Antara.

Bangladesh saat ini menampung lebih dari 1,3 juta pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, yang melarikan diri akibat penindasan militer Myanmar pada 2017.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, Amerika Serikat merupakan penyumbang terbesar bagi pengungsi Rohingya, dengan total bantuan hampir 2,4 miliar dolar AS (sekitar Rp39,6 triliun) sejak 2017.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, yang baru-baru ini mengunjungi kamp pengungsi di Cox’s Bazar, menyerukan dukungan global untuk memastikan pendanaan yang memadai guna mencegah penderitaan lebih lanjut.

Guterres memperingatkan bahwa tanpa dana yang cukup, kondisi di kamp pengungsi dapat semakin memburuk, menyebabkan lebih banyak penderitaan dan bahkan kematian.

Sebelumnya, WFP mengumumkan bahwa mereka harus memangkas bantuan pangan bulanan bagi pengungsi Rohingya dari 12,50 dolar AS (sekitar Rp206.250) menjadi 6 dolar AS (sekitar Rp99.000) per orang mulai 1 April, kecuali jika dana darurat segera tersedia.

Namun, pada Kamis malam, Komisaris Pengungsi, Bantuan, dan Repatriasi Bangladesh, Mohammed Mizanur Rahman, mengatakan kepada Anadolu bahwa WFP telah meninjau kembali keputusan tersebut.

Mengutip surat dari WFP, Rahman menyatakan bahwa lembaga tersebut telah "merevisi alokasi" menjadi 12 dolar AS per pengungsi di Cox’s Bazar dan 13 dolar AS (sekitar Rp214.500) per pengungsi di Bhashan Char.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari badan PBB mana pun terkait revisi ini, baik di Dhaka, Jenewa, maupun New York.