Bagikan:

BEKASI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, memutuskan menghentikan penuntutan kasus pidana terhadap seorang pedagang bakso berinisial HJS melalui mekanisme keadilan restoratif.

"Kami melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap pedagang bakso yang khilaf telah melakukan pemukulan," ujar Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati, dikutip ANTARA Selasa 21 Januari.

Penghentian ini ditandai dengan penyerahan surat ketetapan Nomor: TAP-4/M.2.31/Eoh.2/01/2025 setelah disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. HJS sebelumnya disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Kasus ini bermula ketika HJS, yang tengah pulang dari pasar bersama istrinya, melihat seorang korban berselisih dengan pengendara sepeda motor lain di jalan Kampung Tugu, Desa Karangasih, Cikarang Utara. HJS menegur korban karena menilai tindakan tersebut menyebabkan kemacetan.

Namun, teguran itu memicu perselisihan, dan HJS memukul korban sebanyak dua kali. Usai kejadian, HJS menawarkan korban untuk berobat dan menyatakan siap bertanggung jawab secara hukum. Namun, korban menolak dan mengungkapkan identitasnya sebagai anggota kepolisian.

Upaya damai difasilitasi oleh Kejari Kabupaten Bekasi pada Kamis (12/12/2024) dengan melibatkan tersangka, korban, keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan penyidik. Korban menerima permohonan maaf HJS tanpa meminta ganti rugi.

"Kami memfasilitasi perdamaian ini, dan korban menyambut baik permintaan maaf tersangka. Dukungan dari keluarga, tokoh masyarakat, dan penyidik memperkuat proses ini," jelas Dwi.

Kejari menghentikan penuntutan berdasarkan pertimbangan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman pidana tidak lebih dari lima tahun, telah terjadi perdamaian antara korban dan tersangka dan di mana tersangka merupakan pedagang bakso dengan penghasilan tidak menentu yang harus menghidupi istri dan orang tua lanjut usia.

“Kami juga menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap dua kasus lainnya, yakni tersangka Emiliya alias Lia (Pasal 362 KUHP) dan Dedi Kurnia alias Wawan (Pasal 480 KUHP),” tambah Dwi.

Langkah ini diambil sebagai bentuk penegakan hukum yang tidak hanya tegas, tetapi juga mengedepankan kemanusiaan dan rasa keadilan bagi masyarakat.