Wakil Ketua MPR HNW Bantah Kaji Amandemen UUD 1945 soal Jabatan 3 Periode: Tak Ada Satu pun Mengusulkan
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (DOK. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) membantah pihaknya mengkaji amandemen Undang-Undang Dasar 1945 demi mengubah aturan agar jabatan presiden bisa diperpanjang menjadi tiga periode.

Wacana jabatan presiden tiga periode kembali digulirkan mantan Waketum Gerindra Arif Poyuono dan mantan Ketua MPR Amien Rais. Tapi, kata HNW, belum ada usulan apapun terkait perubahan masa jabatan presiden.

"Sampai hari ini, belum ada satupun usulan legal atau formal baik dari Istana, individu, juga tidak ada satu pun anggota MPR yang mengusulkan ke pimpinan MPR untuk perubahan terhadap UUD untuk memperpanjang masa jabatan presiden hingga 3 periode," kata HNW dalam keterangannya, Senin, 15 Maret.

Bahkan, yang terjadi menurut HNW, sebagian besar pimpinan MPR selain dari PKS dan PDIP, yakni Gerindra, Nasdem, PKB, PD, dan PPP sudah secara terbuka menyatakan bahwa tidak ada agenda amandemen UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden hingga tiga periode. 

Hal ini, kata HNW, untuk menjaga amanat reformasi agar kondisi sistem perpolitikan yang bersifat KKN dan tidak demokratis tidak terulang kembali.

"Ini merupakan komitmen pimpinan MPR untuk menjaga amanat reformasi dengan melaksanakan UUD NRI 1945 pasal 7 yang menyatakan bahwa masa jabatan presiden dan wapres selama lima tahun dan sesudahnya dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," jelas dia.

Sebelumnya, Amien Rais melalui akun YouTubenya, Amien Rais Official, mengungkapkan adanya usaha dari pemerintahan Jokowi untuk menguasai lembaga tinggi negara dan hal ini dianggap berbahaya.

Mantan Ketua MPR itu  juga curiga rezim Jokowi bakal menorong sidang MPR untuk melakukan perubahan terhadap dua pasal. Salah satunya adalah mengubah masa jabatan presiden.

"Jadi mereka akan mengambil langkah pertama meminta Sidang Istimewa MPR yang mungkin satu dua pasal katanya perlu diperbaiki. Yang mana, saya juga tidak tahu tapi kemudian nanti akan ditawarkan pasal baru yang kemudian memberikan hak bahwa presiden itu bisa dipilih tiga kali," ungkapnya seperti dikutip dari video tersebut.

"Kalau ini betul-betul keinginan mereka, maka saya kira kita sudah segera bisa mengatakan inalillahi wa inalillahirojiun," imbuhnya.

Secara terpisah eks Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menilai wacana jabatan presiden selama tiga periode perlu diperhatikan serius. Ia mengakui, masa jabatan presiden yang hanya dua periode terlalu pendek untuk memimpin pemerintahan.

Apalagi, kata Arief, pemerintahan yang dipimpin presiden dengan dua periode masih belum efektif. Sebab, siapapun presiden yang terpilih di awal pemerintahannya harus mengurusi koalisi agar tetap solid, di samping itu tetap mengerjakan tugas negara. 

"Kalau dua periode kelihatannya terlalu pendek bagi negara yang sebesar ini. Artinya seorang presiden ketika terpilih 5 tahun pertama, 1 tahun pertama harus ngurusin koalisi dulu. Bongkar pasang kabinet. Akhirnya janji-janji kampanyenya banyak yang terbengkalai," tutur Arief.

Arief juga menyinggung mengenai atas dasar apa MPR ketika itu menerapkan jabatan presiden hanya boleh menjabat selama dua periode atau total 10 tahun.

"Kawan-kawan di MPR yang waktu itu dipimpin oleh Amien Rais membuat UU tentang pemilihan presiden itu. Seorang warga negara itu kalau sebagai presiden hanya diperbolehkan dua periode dasarnya apa, nyonteknya dari mana?" ujarnya.