KPK Siap Miskinkan Tersangka Kasus Manipulasi Tukin di Kementerian ESDM
Kantor Kementerian ESDM (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap mengembangkan kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM. Mereka bisa dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika menyamarkan hasil kejahatan yang dilakukan.

"KPK tentu akan mengembangkan jikalau nanti ini masuk dalam tindak pidana pencucian uang tentu akan kita lakukan," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta dikutip pada Minggu, 18 Juni.

Pengembangan ini bakal dilakukan karena KPK tak mau fokus pada pemidanaan badan saja, kata Firli. Penyebabnya, koruptor lebih takut jika aset mereka dirampas negara hingga membuat miskin.

"Saat ini adalah tidak ada pilihan. Perkara korupsi bilamana ada alat bukti yang cukup kita akan lekatkan disertakan dengan tindak pidana pencucian uang," tegasnya.

"Jadi, ini belum berakhir pekerjaan KPK," sambung Firli.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan 10 pegawai di Kementerian ESDM sebagai tersangka dugaan manipulasi tukin. Mereka adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, dan staf PPK Lernhard Febrian Sirait.

Kemudian Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine, dan Bendahara Pengeluaran Kementerian ESDM Abdullah.

Mereka seharusnya mengajukan anggaran pembayaran kinerja sebesar Rp1.399.928.153 namun dimanipulasi hingga mencapai Rp29.003.205.373. Atau terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720

Uang selisih tersebut kemudian dibagi 10 orang yang jadi tersangka dengan nominal berbeda. Bagian paling besar diperoleh staf PPK Kementerian ESDM Lemhard Febian Sirait dengan nominal Rp10,8 miliar.

Sementara Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine mendapat bagian paling kecil yaitu Rp900 juta. Adapun manipulasi dilakukan dengan mengkondisikan, menyisipkan, dan melakukan pembayaran secara lebih.

Duit selisih itu kemudian digunakan untuk pemeriksa BPK, kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, dan pengobatan. Lalu mereka juga membeli aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, serta logam mulia.