Aceh Berada pada Jalur Gempa Aktif
Ilustrasi gempa. (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Provinsi Aceh dilanda gempa dengan kekuatan magnitudo 6,4 yang menggoyang wilayah Pantai Barat Aceh pada Sabtu, 24 September, dini hari WIB.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, gempa tersebut tak berpotensi tsunami. Namun, masyarakat diminta untuk tetap waspada.

Berdasarkan katalog BMKG, Provinsi Aceh telah diguncang enam kali gempa yang berujung tsunami, di antaranya pada 1861, 1886, 1907, 2004, 2005 dan 2012.

Hal ini disebabkan posisi Provinsi Aceh yang berada pada jalur sumber gempa aktif yang dipicu aktivitas subduksi lempeng segmen Megathrust Aceh-Andaman, demikian yang disampaikan Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono

"Kawasan Aceh di darat dan laut masuk kawasan sistemik aktif dan kompleks karena terletak di jalur sumber gempa aktif," kata Daryono, seperti dilansir dari Antara.

Sejarah gempa bumi besar di Aceh yang bersifat merusak dan memicu tsunami tercatat pada 26 Desember 2004. Saat itu, gempa berkekuatan Magnitudo 9 hingga mengakibatkan 283.100 orang meninggal, 14.100 orang hilang dan 1.126.900 orang mengungsi karena menimbulkan tsunami besar.

"Hasil kajian tsunami purba mengungkap terjadinya tsunami pada masa prasejarah yang berlangsung pada periode 1100 hingga 1390 Masehi. Ini menunjukkan bahwa tsunami di Aceh sering terjadi," katanya.

Untuk itu, kejadian gempa bumi yang signifikan di Aceh perlu diwaspadai masyarakat setempat. "Seperti yang terjadi pagi ini, perlu mewaspadai," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, wilayah pantai barat Aceh diguncang gempa tektonik berkekuatan Magnitudo 6,4 pada Sabtu pukul 03.53 WIB pada episenter 3,75° LU; 95,97° BT, tepatnya di laut 46 km arah Barat Daya Meulaboh, Aceh Barat di kedalaman 53 km.

"Jika masyarakat pantai merasakan getaran gempa kuat, lebih baik evakuasi mandiri menjauh dari pantai," katanya.

Selain kawasan laut, BMKG juga mendeteksi jalur sesar Sumatera yang terbagi atas segmen Aceh, Seulimeum dan Tripa di daratan.

Daryono menjelaskan sejarah kegempaan di Indonesia menunjukkan segmen Tripa pernah memicu gempa merusak dengan kekuatan magnitudo (M) 7,3 pada 23 Agustus 1936 dan menelan korban jiwa.

Belum lama ini, Segmen Tripa juga memicu gempa berkekuatan M5,1 pada 8 Februari 2018 yang merusak sejumlah rumah di Geumpang, Pidie.

"Ini yang jadi kewaspadaan kita dengan meningkatnya segmen Tripa akhir-akhir ini," katanya.

Sedangkan pada segmen Seulimeum, kata Daryono, juga pernah memicu gempa bumi yang merusak pada 2 April 1964 dengan kekuatan M6,5.

"Segmen Aceh ini sudah lama sekali tidak terjadi gempa dan ini patut diwaspadai bersama," katanya.

Kewaspadaan masyarakat bisa dilakukan dengan mendesain bangunan gempa berbahan material ringan dari kayu dan bambu sebab dari berbagai kasus gempa, bangunan ringan lebih aman saat terguncang gempa.