Politik Uang Masih Marak, Firli Bahuri: 82,3 Persen Kepala Daerah Maju Pilkada Dibiayai Donatur
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. (Antaranews)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan money politic atau politik uang masih marak terjadi. Menurutnya, sebagian besar kepala daerah yang maju Pilkada disokong oleh donatur.

Hal tersebut disampaikan saat menceramahi Partai Berkarya dalam kegiatan Politik Cerdas Berkualitas (PCB) di Gedung Merah Putih, KPK, Kuningan Persada pada hari ini, Selasa, 12 Juli.

"Ternyata, Pak, hasil survei kita memang untuk jadi kepala daerah pakai uang. 82,3 persen dibiayai oleh donatur dan sponsor. Itu eksekutif," kata Firli seperti ditayangkan di YouTube KPK RI.

Firli mengatakan penuturannya ini berdasarkan pengakuan kepala daerah kepada dirinya dalam sebuah acara.

Eks Deputi Penindakan KPK itu bercerita, dia pernah bertemu dengan gubernur, bupati, wali kota seluruh Indonesia. Saat itu, dia bertanya ada atau tidak di antara mereka yang mencalonkan diri secara gratis tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.

"Silakan bapak gubernur, wali kota, bupati angkat tangan, yang jadi gubernur tanpa uang," ujar Firli menceritakan momen itu.

Hanya saja, saat itu tak ada seorang pun yang mau angkat tangan. "Enggak ada, pak. Bupati angkat tangan enggak ada, wali kota enggak ada," sambung dia.

Padahal, harusnya politik uang tak boleh ada lagi. Firli mengatakan, praktik semacam ini menjadi awal langgengnya korupsi di kalangan kepala daerah.

"Di eksekutif, tidak boleh terjadi dalam rangka menghasilkan calon pemimpin, partai politik harus bebas dari suap menyuap untuk mencalonkan para calon pemimpinnya," tegasnya.

"Enggak boleh ada jual surat rekomendasi," imbuh Firli.

Lebih lanjut, Firli juga menyinggung kamar kekuasaan legislatif yang masih kerap disusupi praktik suap menyuap. Padahal, praktik semacam ini tak boleh terjadi.

"Tidak boleh ada penyusunan regulasi dan UU terjadi suap menyuap, tidak boleh ada pemilihan para calon hakim, hakim agung, hakim MA, hakim MK, komisioner, terjadi tindak pidana Korupsi. Tidak boleh lagi ada uang ketok palu dalam rangka pengesahan APBD kabupaten, kota, maupun gubernur," pungkasnya.