Buruh Temui Wagub Sulsel, Minta Presiden Batalkan Omnibus Law
Kantor Gubernur Sulsel (Thamzil/VOI Makassar)

Bagikan:

MAKASSAR - Elemen buruh di Sulawesi Selatan mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

“Hanya satu tuntutan kami yakni mendesak Presiden menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja. Seperti yang terjadi tahun 1997 pembatalan Undang-Undang 25 tahun 1997, tentang Ketenagakerjaan," ujar Juru Bicara Kita Menggugat Omnibus Law Muhtar Guntur usai diterima Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman di kantor gubernur Jalan Urip Sumoharjo, Jumat, 16 Oktober. 

Elemen buruh ini juga mendesak Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah menyampaikan ke Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja. 

"Hampir di semua serikat buruh Indonesia memprotesnya dan kami berkesimpulan dengan alasan yang saya bacakan tadi berdasarkan analisa dan telaah UU Cipta Kerja itu,"ujarnya.

Menurut dia, disetujuinya pengesahan UU Cipta Kerja malah memperburuk kondisi para pekerja dan buruh salah satunya terkait upah. Karena itu, Pemprov Sulsel diminta berperan membela buruh menyuarakan aspirasi. 

“Apabila pemerintah provinsi Sulsel tidak merespons maka jalan konstitusional yang kami pakai adalah aksi dan turun ke jalan sebagai hak rakyat, karena itu adalah salah satu jalan yang kami lakukan untuk mempengaruhi agar terjadinya sebuah perbaikan negara ini," pungkasnya.

Sebelumnya. Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah memaparkan poin penting di Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menurutnya baik. Penjelasan ini disampaikan Prof NA—sapaan Nurdin Abdullah—langsung kepada buruh yang berdemo di kantornya. 

Sisi baik Omnibus Law yang dipaparkan Prof NA, di antaranya izin gratis untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Kemudian, pendirian Perseroan Terbatas (PT) tidak diwajibkan lagi untuk menyetor sejumlah uang sebelum diberikan izin.

Ketiga, pendirian koperasi tidak diwajibkan untuk memiliki anggota banyak sebagai syarat untuk diberikan izin membangun koperasi.

Begitu juga bagi serikat pekerja, Prof NA menyebut pekerja akan mendapatkan perlindungan secara khusus soal pesangon.

Menurut dia, perusahaan yang tidak membayar pesangon pekerja sebelumnya hanya dikenakan sanksi perdata. Sementara pada UU Omnibuslaw langsung dikenakan pidana.

"Harus teman-teman serikat tahu, kalau dulu pesangon tidak dibayarkan oleh perusahaan itu adalah undang-undang perdata, tapi dengan undang-undang Omnibuslaw ini, pesangon nggak dibayar maka akan dipidana. Itu kan menguatkan," papar Nurdin dikutip Antara, Senin, 12 Oktober.