Jokowi Tolak Penundaan Pemilu, Arsul Sani: Lihat dengan <i>Khusnuzon</i>, yang Menentukan Bukan Presiden
Wakil Ketua MPR Arsul Sani (Foto: DOK VOI/Nailin In Saroh)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR Arsul Sani menilai penolakan penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan Presiden Joko Widodo harus dipandang baik. 

Menurutnya, jangan lagi dipertanyakan soal ketegasan presiden menyikapi usulan penundaan pemilu. Sebab, yang menentukan adalah konstitusi. 

"Kalau presiden menyampaikan, buat saya kita itu harus melihat dengan khusnuzon, berprasangka baik. Semua akhirnya kembali pada taat kontitusi," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Maret. 

Waketum PPP itu mengatakan penentuan keputusan wacana penundaan pemilu sebetulnya bukan pada presiden dan DPR, tetapi pada partai politik. Kemudian, presiden akan mentaati masukan-masukan dari masyarakat dan parpol. 

"Kan yang menentukan bukan presiden, bukan DPR itu kembali pada kekuatan parpol yang ada. Kalau parpol yang ada itu mendengarkan aspirasi dari mayoritas paling tidak survei yang ada dan kontitusi tetap tidak berubah presiden akan taat," kata Arsul. 

Oleh karena itu, Ketua Fraksi PPP DPR itu menilai, pernyataan presiden jangan lagi dicari kesalahannya. Bahkan, hingga menyebut Jokowi tidak tegas. 

"Jangan dimaknai juga bahwa kok tidak tegas, kalau dimaknai tidak tegas atau bahkan dibuat tegas nanti dikritisi lagi. Yang menentukan kan bukan Presiden tapi MPR," kata Arsul. 

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan sikap Presiden Joko Widodo yang menolak usulan penundaan Pemilu 2024. Dia menegaskan, di tubuh pemerintah sendiri tidak pernah ada pembahasan tentang penundaan pemilu maupun penambahan masa jabatan presiden/wapres. Baik untuk menjadi tiga periode maupun untuk memperpanjang satu atau dua tahun. 

"Sama sekali tidak pernah ada pembicaraan masalah penundaan pemilu dan dan penambahan masa jabatan tersebut," ujar Mahfud dalam keterangan pers, Senin, 7 Maret. 

Justru, lanjutnya, Presiden jokowi sampai dua kali memimpin rapat kabinet yaitu pada 14 september 2021 dan 27 September 2021. 

Dalam rapat itu, Mahfud membeberkan, Jokowi meminta Menko Polhukam, Mendagri, dan kepala BIN, untuk memastikan pemilu 2024 berjalan aman, lancar, tidak memboroskan anggaran, tidak terlalu lama masa kampanyenya dan juga tidak terlalu lama jarak antara pemungutan suara dan hari pelantikan pejabat-pejabat hasil Pemilu dan pilkada tahun 2024.

"Ini maksudnya agar naiknya suhu politik menjelang pembentukan kabinet baru tahun 2024 tidak terlalu lama. Ini disampaikan oleh presiden pada rapat tanggal 14 september 2021," jelasnya. 

Kata Mahfud, Presiden juga meminta Menko Polhukam, Mendagri, dan Ka-BIN untuk berkomunikasi dengan KPU, Bawaslu, DKPP dan DPR guna menentukan jadwal pemilu.

Berdasarkan rapat lintas kementerian/lembaga yang dilaksanakan di Kemenko Polhukam pada tanggal 17 september 2021 dan tanggal 23 september 2021, pemerintah mengusulkan pemungutan suara tanggal 8 atau 15 mei 2024.

"Ini disetujui oleh rapat kabinet yang dipimpin oleh presiden pada tanggal 27 september 2021 agar disampaikan kepada KPU dan DPR," paparnya. 

Namun, jelas Mahfud, ketika alternatif tersebut disampaikan dalam raker tanggal 6 oktober 2021 antara DPR, KPU, dan pemerintah ternyata DPR dan KPU tidak setuju dan mengajukan alternatif lain. 

Oleh sebab itu, sambungnya, presiden berkomunikasi langsung dengan KPU di Istana Merdeka pada 11 November 2021 dan presiden menyatakan setuju pemungutan suara dilaksanakan 14 pebruari 2024.

"Tanggal 14 Februari 2024 itulah yang kemudian disetujui oleh DPR, KPU, dan Pemerintah pada raker tanggal 24 januari 2022," terang Mahfud. 

Setelah itu, tambah dia, Presiden menekankan lagi kepada Menko Polhukam dan Mendagri agar betul-betul mempersiapkan semua instrumen yang diperlukan untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. 

"Dengan demikian sikap presiden sudah jelas tentang jadwal penyelenggaraan pemilu tahun 2024," tandas Mahfud.