Menyoal Data Pribadi Masyarakat yang Bisa Jadi Komoditas Dagang di Internet
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Semangat yang baik dari pemerintah untuk melindungi data pribadi masyarakatnya ketika berinternet perlu di dukung. 

Terlebih belakangan ini, banyak terjadi kasus peretasan dan pencurian data baik akun e-commerce hingga informasi masyarakat yang tersimpan di perusahaan fintech, dan KPU. Isu keamanan data digital yang bisa dimanfaatkan oleh oknum peretas jadi perhatian serius bagi pemerintah untuk segera merampungkan RUU PDP. 

Hanya saja, masyarakat juga perlu mengetahui data-data apa saja yang akan dilindungi, termasuk segala kemungkinan yang dapat menimbulkan kebingungan ketika RUU ini disahkan. Di mana negara harus memastikan tak ada kepentingan lain dari pengelolaan data.

Berdasarkan catatan VOI, jumlah kasus penyalahgunaan data pribadi meningkat cukup drastis. Sedikitnya ada 5.000 aduan kasus penyalahgunaan data pribadi yang dicatat oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, sepanjang 2019. 140 kasus di antaranya telah ditangani langsung oleh Bareskrim Mabes Polri. 

Catatan kasus penyalahgunaan data pribadi (Ilham Amin/VOI)

Untuk membahas masalah ini lebih komprehensif dan memahami akar permasalahan yang ada dalam RUU PDP khususnya privasi dan komoditi data, hari ini akan berlangsung acara Diskusi VOI yang bertajuk "Tiada Privasi untuk Data Pribadi".

Acara yang digelar di Greenhouse Coworking and Office Space, Jumat, 28 Agustus akan mengupas berbagai topik aktual terkait data pribadi masyarakat di Internet, termasuk bagaimana pengelolaannya. 

Diskusi yang akan disiarkan secara langsung lewat channel YouTube Voidotid, dengan menghadrikan narasumber dari berbagai kalangan. Mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang diwakili Koordinator Tata Kelola Perlindungan Data Pribadi, Hendri Sasmita Yuda, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi I, Abdul Kadir Karding, CEO IYKRA dan Pendiri Data Science Indonesia Fajar Jaman, serta pegiat media sosial Rudi Valinka.